74 - Tabuh Tubuh Padusi (TaTuPa)

Nama Inisiator

Dr. Sri Rustiyanti, S.Sn., M. Sn

Bidang Seni

seni_pertunjukan

Pengalaman

30 tahun

Contoh Karya

Buku Sri Rustiyanti _ Sampul Photomotion Aparapa.jpg

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Tabuh Tubuh Padusi (TaTuPa) merupakan terapi seni rekayasa sosial sebagai salah satu alternatif metode yang dapat digunakan masyarakat pedesaaan di wilayah rentan bencana untuk mengobati depresi karena bencana alam, penderita skizofrenia, pelecehan seksual, dan tindak kriminal lainnya. Wilayah pedesaan yang dijadikan sampel penelitian adalah Sumatera, Sulawesi dan Jawa Barat. TaTupa adalah bahasa simbol dalam art therapy, bahasa percakapan imajinasi dalam bentuk aplikasi pertunjukan visual, sehingga pada saat proses terapi seni, masyarakat pedesaan dapat mengutarakan problematikanya yang tidak dapat disampaikan melalui bahasa verbal biasa, melainkan melalui medium seni, bunyi dan gerak. Pertunjukan kolaborasi perempuan dari 3 unsur : komunitas, akademisi dan pamenan anak nagari ini diharapkan untuk menghapus kenangan buruk pada tubuhnya yang menjadi trauma dalam diri perempuan pedesaan dari KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), pelecehan korban seksual, maupun pelanggaran hak asasi manusia.

Latar Belakang Proyek

Padusi adalah istilah penyebutan perempuan di Minangkabau. Padusi memiliki peranan penting dalam pendidikan, karena ia merupakan subjek yang dapat dididik sekaligus sebagai subjek yang dapat mendidik. Oleh karena itu, untuk menjalankan dua peranan tersebut, perempuan harus diberikan hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki dalam memperoleh pendidikan dan menjadi pelaku pendidikan. Perempuan sebagai subjek yang dapat dididik berhak mengembangkan potensi, memperoleh pengetahuan, serta kecakapan hidup melalui pendidikan dan sebagai subjek yang dapat mendidik, perempuan merupakan pendidik kodrati, membimbing keluarga dan masyarakat luas dengan kompetensi yang dimilikinya. Kodrat sebagai perempuan sering dijadikan sebagai konstruksi sosial yang harus diterima oleh perempuan, hal ini sebenarnya menimbulkan masalah sosial. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak kesenian tradisi nyaris punah seperti randai yang harus dijaga originalitasnya, akibatnya hanya orang-orang tertentu yang memainkan pertunjukan randai tradisi tersebut. Dengan demikian, dalam era kekinian, sudah seharusnya para seniman, masyarakat, dan pengambil kebijakan (pemerintah dan pihak terkait) dapat berpikir global, namun bertindak lokal. Dari kekhawatiran tersebut muncul ide gagasan Pertunjukan Tabuh Tubuh Padusi (TaTuPa) dengan model neorandai untuk mencerdaskan tubuh dan rasa/jiwa. Kontribusi dari pertunjukan TaTuPa ini adalah pertama, etnokoreografi pertunjukan berbasis etnik ekokultur sebagai platform pengembangan destinasi sentra budaya kepada para perempuan yang membutuhkan terapi seni.

Masalah yang Diangkat

Banyak hal-hal yang tidak dapat disampaikan dalam bahasa verbal, sedangkan memori dalam pikiran bawah sadar yang berisi endapan-endapan memori negatif, pasien menumpuk (overload). Oleh karenanya Pertunjukan Tabuh Tubuh Padusi (TaTuPa) sangat bermanfaat sebagai katup pelepasan impuls-impuls memori negatif yang sebelumnya terpendam. Dalam aktivitas Pertunjukan TaTuPa, perempuan melakukan karya seni yang melibatkan kreativitas, semua emosi dan pikiran yang mengendap akan tereksternalisasi atau tersalurkan, sehingga semua emosi dan pikiran tersebut pada akhirnya akan menjadi jelas akar permasalahannya karena terbacanya simbol-simbol dari bentuk yang ada pada karya tersebut dengan medium Sebuge (seni bunyi gerak) yang kadangkala dibentuk, baik secara sadar maupun tidak sadar memiliki makna yang berhubungan secara langsung dengan akar permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasien tersebut. Ada tiga hal pokok permasalahan yang cukup mendesak untuk diatasi yaitu pertama, belum adanya implementasi dan penyembuhan trauma lewat gerak tari terapi seni untuk perempuan. Kedua, perlunya pengenalan dasar-dasar kebhinekaan dan keragaman budaya melalui seni pertunjukan Tabuh Tubuh Padusi. Ketiga, adanya kebutuhan untuk meningkatkan ekspresi kreativitas perempuan di Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Barat.

Indikator Sukses

Pertunjukan TaTuPa di 3 wilayah Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat

Dana yang Dibutuhkan

Rp.318 Juta

Durasi Proyek

9 bulan