1037 - Driver and Shotgun

Nama Inisiator

Putri Larasati Ayu Purwanto

Bidang Seni

seni_rupa

Pengalaman

3 tahun

Contoh Karya

the filths details-ilovepdf-compressed.pdf

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

"Driver and Shotgun" adalah sebuah proyek film berkelanjutan yang memiliki wacana utama mengenai desire (bahasa indonesia: hasrat) dan memiliki tokoh utama perempuan dan laki- laki tidak bernama. Proyek ini merupakan hasil studi dari keingintahuan saya mengenai proses pembentukan imaji pada budaya pop-kultur dan media massa (seperti contohnya, film dan televisi) dan pengaruhnya terdapat masyarakat penonton (society of spectacle). Melalui proses berkaryanya, saya meminjam film sebagai medium karena saya memiliki argumen bahwa televisi adalah alat penyalur imaji buatan pertama dan paling populer dalam bentukan gambar yang bergerak (film/ iklan, dsb). 'Imaji' yang dirancang tersebut lama- kelamaan akan membentuk konsepsi yang mengonstruksi alam bawah sadar audiensnya. Dengan kesadaran tersebut, saya ingin merangkum pernyataan Laura Mulvey dalam bukunya, Visual Pleasure and Narrative Cinema di tahun 1975 yang menggarisbawahi adanya permainan kuasa gender melalui konstruktivitas peran dan imaji visual yang dipakai pada media massa. Pernyataan Laura Mulvey ini menjadi titik awal penyadaran masyarakat luas mengenai keberadaan 'Male Gaze' dalam media film, yang menggaris bawahi penempatan wanita sebagai objek hasrat dalam pandangan laki- laki yang pada akhirnya membentuk berbagai macam stigma gender. Melalui hal tersebut, saya pun mempertanyakan kembali- adakah sebenarnya keberadaan 'Female Gaze' dalam sebuah diskurs film dan budaya visual?

Latar Belakang Proyek

Sepanjang saya hidup, saya selalu tertarik dengan imaji (gambaran;kesan;bayang- bayang) yang dibentuk oleh media massa. Seperti contohnya, iklan cetak atau digital, film, dan foto . Saya tertarik dengan hubungan 'konspiratif' antara konsep awal dan eksekusi imaji yang dibuat hingga pada akhirnya dapat melahirkan sebuah pandangan baru dalam masyarakat yang diawali dari buah hasil kampanye iklan dan atau publikasi dari 'imaji' tersebut. Menurut saya, saya (beserta kawan- kawan lain) di Indonesia yang lahir dan hidup di era 90- an, merupakan generasi yang amerika sebut sebagai "picture generation" atau orang orang yang lahir ke dalam dunia penuh komodifikasi, iklan, dan era televisi, dan membuat saya (dan kawan kawan lain) menganggap awam hal tersebut dan dengan mudahnya mengimplementasikan identitas media massa pada identitas pribadi. (It was the sea of images into which they were born—the media culture of movies and television, popular music, and magazines -Themetropolitanmuseumofart/picturegeneration) Hal tersebut saya anggap menarik, menyadari peran dari 'imaji' nyatanya begitu besar dalam dunia kami. Saya pun mulai bekerja dengan medium yang memiliki sifat 'pictorial value'- atau berkutat di konstruksi gambar seperti fotografi,dan film. Saya berusaha memasukkan nilai budaya internet yang banal dan biasa membuat generasi dewasa ini tertarik untuk 'melihat lebih dekat'.

Masalah yang Diangkat

"The gaze is a term that describes how viewers engage with visual media. The viewers recognize woman's identifier and attracted even before they learn about their name. She will not have personal information, what counts is what heroine provokes, or rather what she represents" -Budd Boetticher, 1950. Ketertarikan saya terhadap dunia film berawal dari studi dan observasi visual saya terhadap jenis karakter film yang biasa terdapat dalam medium tersebut. Beberapa character archetype/ karakter ikonik dalam film ternyata didominasi oleh visual wanita yang diobjektifikasi dan dikonstruksi sebagai objek fetish terhadap audiens. Sebagai contoh, karakter femme fatale yang merupakan karakter ikonik dari genre noir, dsb. Saya menyadari adanya penjabaran sebuah karakter dalam dunia film (khususnya hollywood) selalu terlihat stereotipikal dan meredundansikan makna gender dan membentuk stigma (seperti contohnya, karakter perempuan yang terlalu di objektifikasi membentuk ideologi dan diskurs patriarkis) Dengan adanya highlight problematika dari Laura Mulvey mengenai 'Male Gaze', saya ingin mencoba mengetahui, apakah 'Female Gaze' dapat juga dibentuk melalui medium film. Saya ingin membuat karya tanpa harus memutarbalikkan makna antar gender, namun dengan memberi plot dan naratif yang memungkinkan keduanya bertindak sesuai dengan role gender masing2 dalam film (men as spectator, women as object), tanpa harus merendahkan satu sama lain.

Indikator Sukses

Saya akan menganggap karya saya berhasil jika saya dapat: 1. Merangkum dan membahas (baik secara visual, plot dan tema) mengenai apa itu desire (bahasa indonesia:hasrat) sebagai seorang seniman melalui diskurs media film (Karena desire nyatanya adalah nilai jual utama dalam dunia komodifikasi) 2. Dapat bereksperimen visual mengenai topik female gaze yang berkaitan dengan konstruksi visual dalam media massa, dan mendapatkan pengalaman berkarya yang tepat untuk menjadi titik ukur berkarya sebagai seorang seniman, 3. Permainan imaji dalam film saya dapat dirasakan dengan baik oleh audiens karya, dan diharapkan dapat jadi bahasan visual yang baru dalam film Indonesia. 4. Dapat menggarisbawahi stigma gender (wanita maupun pria) dengan menampilkan stigmatisasi tersebut yang secara banal tergambarkan dalam plot dan visual karya.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.100 Juta

Durasi Proyek

8 bulan