123 - SIMO GEMI (Terima Kasih, Lio Red)

Nama Inisiator

Maria Pankratia Mete Seda

Bidang Seni

sastra

Pengalaman

Menulis di Bali Post, Bale Bengong, Jurnal Sastra Santarang dan Jurnal Sastra D'ala Ela sejak 2015. Juara Regional Maluku/Nusa Tenggara Anugerah Media Humas 2016 Kategori Kompetisi Lomba Blog oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, November 2016 Member of Facebook Global Digital Challenge Team, Undiknas University, January– July 2017 Emerging Writer of Makassar International Writers Festival, May 2017 Juara III Kategori Umum, Lomba Penulisan dan Liputan Bertema “Keberagaman Gender dan Seksualitas” oleh Asean Literary Festival 2017, Ardhanary Institut dan Aliansi Jurnalis Independen

Contoh Karya

Rok Untuk Lanny.jpg

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Proyek ini adalah sebuah ungkapan Terima Kasih atas Tradisi dan Budaya yang luar biasa kayanya. Proyek ini berbicara tentang Tradisi Menenun Ikat di Kabupaten Ende. Tradisi turun menurun ini biasa dijalankan di rumah oleh Mama-mama dan Gadis-gadis di Pelosok Daerah. Ada banyak aspek tenun ikat yang tidak tergali, seperti misalnya aspek narasi, sosiologis, kebahasaan, kejiwaan dan materialnya. Tidak semua Suku di Kabupaten Ende memiliki kebiasaan Menenun, hanya daerah-daerah tertentu dan sebagian besar terletak di Pesisir Pantai Selatan. Dari beberapa tuturan yang disampaikan, daerah-daerah yang termasuk wilayah Pantai Utara tidak diperbolehkan menenun. Tidak diketahui mengapa larangan tersebut masih bertahan hingga kini. Proyek ini akan memetakan secara spesifik daerah-daerah di Kabupaten Ende yang melakukan aktivitas menenun. Selain itu, Proyek ini akan menelusuri sejarah Tenun Ikat di Kabupaten Ende, Motif-motif Tenun Ikat yang berkembang beserta makna filosofis di baliknya, juga bahan-bahan alami yang biasa digunakan dalam menghasilkan Tenun Ikat beserta proses Pembuatannya. Diketahui, bukan hanya Perempuan yang biasa melakukan aktivitas menenun, melainkan juga pria. Proyek ini akan dikerjakan dalam bentuk Tulisan (Riset dan Kajian), Film Dokumenter serta Pameran, yaitu Pameran Fotografi dan Pameran Tenun Ikat oleh Para Pekerja Seni Tenun Ikat di Kabupaten Ende.

Latar Belakang Proyek

Sekitar Mei 2010, saya diajak membahas tentang Tenun Ikat di Nusa Tenggara Timur oleh Alm. Bapak Agus Prajitno yang kebetulan juga adalah Bapak Kos saya. Beliau meminjamkan sebuah Buku yang ditulis oleh seorang Pastor di Ledalero, Maumere. Buku tersebut berjudul “Seni Tenun, Suatu Segi Kebudayaan Orang Flores.” Masyarakat Indonesia Timur, termasuk Nusa Tenggara Timur tidak pernah mengenal Kebiasaan Menulis, kami dibesarkan dengan kebiasaan bertutur. Cerita Sejarah, Kisah Inspirasi diteruskan dari mulut ke mulut pada setiap generasi dengan interpretasinya masing-masing. Sangat sulit menemukan Naskah Sejarah di NTT. Maka dari itu, saat diberikan buku tersebut, saya terkejut sekaligus malu. Sebagai salah satu Generasi Muda dari Kabupaten Ende, Flores, saya justru tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang Tradisi Menenun di Pulau kami, bahkan tidak pernah membaca satu pun kisah atau buku yang menulis tentang Tenun Ikat. Apalagi, saya berasal dari Suku yang tidak diperkenankan melakukan aktivitas Menenun. Akan tetapi, alasan ini justru memperkuat saya untuk mencari tahu lebih banyak, pelan-pelan saya mengumpulkan informasi melalui orang-orang tua yang saya temui serta mulai mengumpulkan Kain Sarung Tenun Ikat dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur. Kehadiran Hibah Cipta Media ini membuka lebih luas peluang saya belajar dan menggali lebih banyak.

Masalah yang Diangkat

Masalah apa yang ingin saya angkat dari Proyek ini adalah Krisis Identitas Generasi Muda dan minimnya Pengetahuan akan Tradisi dan Budaya di Kabupaten Ende. Seniwati menganggap seni tenun merupakan suatu faktor pengembangan daya kreasi mereka. Pembahasan ini merujuk pada motif dan ragam hias geometris seni tenun disorot dari segi sejarah, bentuk dan isinya juga aspek religio-magi yang dapat dibedakan dari nilai real namun sesungguhnya merupakan satu kesatuan. Elemen-elemen tersebut harus dijelajahi, dikaji dan diteliti secara mendalam. Kaum muda telah terpapar kemajuan zaman dan teknologi yang mengikis rasa keingintahuan, belum lagi budaya Bertutur oleh para orang tua yang kian luntur. Boleh saja kami sering memakai tenun ikat dan merasa bangga karenanya, tetapi sebenarnya pemahaman kami akan setiap makna filosofis maupun rentetan sejarah tentang Tradisi ini, bisa dikatakan nihil. Minimnya pengetahuan akan tradisi dan budaya, selain membuat para generasi muda mengalami krisis identitas, juga mendorong kaum muda untuk pergi jauh dari kampung halaman dan bekerja di Perkotaan atau Luar Negeri. Hal ini, justru memicu Praktek Perdagangan Manusia dan kejahatan lainnya. Melalui Proyek ini, saya ingin mengajak Orang Muda NTT untuk merefleksi ketersediaan Sumber Daya yang ada (Alam dan lainnya). Menjadi bangga dan bersyukur, kemudian mulai berpikir untuk mengelolanya dengan baik.

Indikator Sukses

Berhasil memetakan daerah-daerah yang melakukan aktivitas Menenun di Kabupaten Ende (Suku Ende dan Suku Lio) beserta sejarah dan proses pembuatannya dalam bentuk data yang lengkap untuk selanjutnya menjadi Arsip (dibukukan). Memperkenalkan lebih luas wawasan dan pengetahuan Tenun Ikat Ende Lio khususnya bagi para kaum muda melalui Pameran Karya Tenun Ikat dan Fotografi, serta Pemutaran Film Dokumenter. Lebih jauh, menjadikan kaum muda tertarik mempelajari dan menekuni aktivitas Bertenun Ikat seperti yang biasa dilakukan Mama-mama dan Gadis-gadis di Pelosok Daerah. Jika memungkinkan, hasil proyek ini dapat diusulkan kepada pihak Pemerintah melalui lembaga terkait untuk selanjutnya menjadi Bahan Ajar di sekolah-sekolah di Kabupaten Ende.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.150 Juta

Durasi Proyek

9 bulan