1238 - Distorsi randai

Nama Inisiator

Venny Rosalina

Bidang Seni

seni_pertunjukan

Pengalaman

10 tahun

Contoh Karya

IMG-20170502-WA0023.jpg

Kategori Proyek

akses

Deskripsi Proyek

Membuat sebuah pertunjukan randai yang didukung dengan pemain perempuan. Dalam sejarahnya perempuan tidak dibenarkan untuk bermain randai karena tidak sesuai dengan norma adat dan agama. Menurut sejarahnya randai dahulunya hanya dimainkan oleh laki-laki, dan perempuan tidak boleh terlibat dalam legaran randai, karena pijakan gerak pada randai bersumber dari silat/silek. Perempuan di Minangkabau tidak dibenarkan "basilek", karena silek ada permainan anak nagari (laki-laki). Hingga sekarang ini pandangan itu masih tertanam dilingkungan masyarakat Minangkabau. Oleh karena itu saya perempuan berdarah minang sebagai koreografer Minangkabau mencoba untuk menggarap sebuah karya randai yang dimainkan oleh perempuan, karena tidak tertutup kemungkinan perempuan juga bisa melakukan gerak-gerak yang lebih berenergi layaknya pola randai pada dasar gerak silat. Adapun pengembangan lainnya 1. Dari sisi legaran. Biasanya dalam randai pola lantai lingkaran berbentuk lingkaran, namun dalam garapan ini saya akan membentuk pola segitiga, segiempat dan banyak lagi pola2 lainnya sesuai dengan ilmu koreografi yang saya miliki. 2. Penceritaan. Penceritaannya tidak lagi berangkat dari cerita2 rakyat tetapi berangkat dari peristiwa atau fenomena hari ini dan pengayaannya lebih bersifat teaterikal. 3. Musik.instrument yg digunakan bukan lagi alat2 tradisi seperti talempong dll tetapi lebih kepada idiom musik moder yaitu, flut, biola, keyboard. 4. Properti. Dalam sejarahnya randai tidak mnggunakan properti,

Latar Belakang Proyek

Distorsi dalam kamus bahasa indonesia berarti memutar balikkan fakta, faktanya pemain randai adalah laki-laki, dari legaran, dan aktor. Dari sejarah dahulunya jika naskah yang terdapat sosok perempuan maka, laki-laki yang akan menjadi sosok tersebut dengan menggunakan kostum dan segala pendukung mengenakan perempuan, bisa disebut dengan istilah "bujang gadih".begitulah Sudut pandang di minang kabau hingga kini masih tertanam bahwa perempuan hanya memiliki 3 pekerjaan yaitu di sumur, dapur dan dikasur. Begitulah adat menjaga kehormatan perempuan di Minangkabau "katanya". Seiring berjalannya waktu, akhirnya perempuan mulai masuk satu persatu dan itu hanya pada tokoh dan pendendang, karena sebagai perempuan dalam pandangannya tidak beradat jika mereka melakukan gerak silek, oleh karena itu dalam festival randai tidak dibolehkan perempuan terlibat didalam legarannya. Berangkat dari hal diatas menimbulkan banyak pertanyaan, apabila perempuan tidak boleh terlibat legaran randai, kenapa randai diajarkan disekolah-sekolah bahkan perguruan tinggi seni pun mengajarkan randai kepada perempuan?. Pertanyaan ini tidak bisa dijawab oleh para tokoh randai sekalipun, mereka hanya beralasan "katanya tidak sesuai dengan ketentuan adat". Statmen seperti ini bembuat saya berfikir bahwa adanya ketidak adilan bagi perempuan di Minangkabau, disatu sisi diberi kesempatan untuk mempelajari randai disisi lain dalam fetival randai tradisi perempuan tidak boleh terlibat dalam randai.

Masalah yang Diangkat

Adanya ketidak seimbangan berkesenian antara laki laki dan perempuan dalam ruang lingkup randai. Dan intimidasi perempuan dalam ivent ivent randai tradisi.

Indikator Sukses

Indikator suksesnya apabila dapat pengakuan dari masyarakat bahwa perempuan hari ini ternyata bisa melakukan gerakan gerakan yang dianggap sulit dalam randai termasuk gerakan gerakan akrobatik. Munculnya semangat semangat para perempuan dalam berkreatifitas randai. Randai bukan hanya milik lelaki tapi milik masyarakat minankabau

Dana yang Dibutuhkan

Rp.170 Juta

Durasi Proyek

7 bulan