268 - LaTipah

Nama Inisiator

QOULUL LATIFAH

Bidang Seni

kuliner

Pengalaman

baru memulai

Contoh Karya

FOTO MATA BELONG.jpg

Kategori Proyek

lintasgenerasi

Deskripsi Proyek

LaTipah adalah proyek “dapur bersama”, pondok kecil yang memiliki dapur masak-memasak dan dapur produksi kreatif. Tempat yang bersahabat bagi perempuan dan insan kreatif. Melibatkan para perempuan “sepuh” pembuat makanan tradisional yang mulai resah tidak adanya penerus. Proses LaTipah adalah berkunjung atau mengundang, belajar, dan memasak bersama. Lalu mengabadikannya dalam berbagai bentuk karya (fotografi, film, literasi, dan seni pertunjukan, dll). Berharap “warisan” itu akan terjaga dan nilai luhur serta pesan-pesan bijak kehidupan dari proses dapur, masakan tradisional, dan sosok-sosok pembuatnya bisa menyebar. Proses ini bisa berkesinambungan tak terbatas pelaku maupun waktu, menjadi wadah berkesenian dan pelestarian budaya yang memiliki nilai ekonomis bagi yang terlibat. Program yang sudah terpikirkan, diantaranya: - LaRiPah – Belajar dari Tiyang Sepah: (tiyang sepah dalam Bahasa Jawa artinya orang tua). Memuat hasil dari kunjungan, belajar, dan memasak bersama. - Pasar Tipah: Mengimprovisasi istilah pasar tiban (pasar yang terjadi tiba-tiba), Kita membuat pasar semacam itu, mengkondisikan para pedagang dengan mengedepankan hal-hal tradisional. Diantaranya dari jenis dagangan, dekorasi, kemasan, dll. Bersama rekan-rekan yang berpengalaman dalam kreatif virtual: aplikasi,website, portal video, media sosial online, dan atau lainnya, publikasi serta promosi program LaTipah akan digencarkan.

Latar Belakang Proyek

Saya memiliki satu anak, perempuan, saat ini berumur 1 tahun. Saya membayangkan dan akhirnya merasa sedih ketika makanan tradisional yang saya nikmati waktu kecil tinggal cerita di zaman anak saya dan generasinya nanti. Sementara modernitas amat berlari. Sebagian kecil dari banyak makanan tradisional yang saya kenal... ada horog-horog, mata belong, getuk, talam, klepon, sentiling, kicak, larut, kaoyah, dan banyak lagi, ibu saya dulu terkenal dengan menu-menu tradisionalnya. Belakangan ini kuliner mulai dipandang nilai seninya, namun kebanyakan arahnya kepada modern atau sisi komersil. Sementara ada yang keliling dunia karena kuliner, sisi lain ada perempuan-perempuan yang hanya berputar di urusan dapur yang sangat terlupakan kemampuan, kebijaksanaan, dan bahkan rasa seninya. Setelah menjadi seorang ibu, di 27 tahun usia ini saya semakin merasakan “kehilangan” dari generasi yang berganti, nenek ke ibu lalu ke saya. Ketika sosok-sosok itu sudah tiada, ilmunya juga akan dibawa. Kecuali, kita dan terutama generasi muda mau mempelajari dan melestarikan masakan tradisional agar tidak “hilang”. Saya tertarik pada seni kuliner sejak lama, dan sering mendampingi suami yang memang aktif berkesenian. Setelah mendapat izin dari suami, dan energi luar biasa dari si kecil…. saya ingin berkarya mengerjakan LaTipah ini.

Masalah yang Diangkat

Menipisnya ketertarikan generasi muda untuk belajar memasak dan mencintai kuliner tradisional seiring pesatnya digital memacu modernitas zaman.

Indikator Sukses

Pondok dapur bersama LaTipah telah melakukan proses kreatif dan menghasilkan karya-karyanya: film, fotografi, dan literasi. Acara pertunjukan (launching) bisa terselenggara, dilanjutkan pertunjukan segala kesenian dan kreatifitas yang saya namai Lapiton (Latihan Tapi Ditonton), digelar regular untuk memperkaya konten website LaTipah.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.390 Juta

Durasi Proyek

9 bulan