431 - Pemenuhan Hak Hidup Pada Perempuan Adat

Nama Inisiator

syamsiah

Bidang Seni

lainnya

Pengalaman

•\tPengalaman 11 tahun di komunitas, Program pendampingan komunitas adat, peningkatan kapasitas perempuan, perekonomian, pembebasan lahan Desa Canggang di Kabupaten Langkat dan Desa Tandem Hilir 2 Kabupaten Deliserdang

Contoh Karya

PEREMPUAN ADAT.rar

Kategori Proyek

akses

Deskripsi Proyek

Awalnya pada tahun 2011 kelompok Perempuan Adat memperjuangkan untuk memasuki lahan dan menguasai lahan serta melakukan pengelolaan lahan seluas 2 hektar di Desa kampung Klambir Kecamatan hamparan perak. Kelompok Perempuan Adat mendapat pendampingan dari Syamsiah yang bekerja mengorganisir masa dan memberikan penyadaran akan hak-hak perempuan namun kelompok ini teus mendapat gangguan dari kelompok lain yang ingin mengambil lahan yang telah mereka kelola dan mereka diami. Berbagai teror dari mulai pembakaran tanaman, penebangan tanaman hingga teror untuk meminta mereka keluar dari lahan yang mereka huni terus berdatangan. Belakangan lahan dengan adanya kepengurusan baru dari lahan-lahan tersebut maka lahan-lahan yang ada kemudian di perjualbelikan. \r\nHal ini membakar semangat Syamsiah dalam melakukan pendampingan kelompok, Pertemuan setiap mingunya pun dilakukan melalui pengajian yang diisi dengan penyadaran hak atas tanah, di malam hari dilakukan pendidikan mengenal huruf dan menulis. \r\nSaat ini anggota kelompok mulai berani melakukan perlawanan dari teror yang ingin mengambil lahan mereka, mereka juga telah berani untuk mengikuti rapat-rapat yang diadakan di kelompok dan rapat desa, juga berani menyampaikan pendapat mereka. \r\nTidak hanya hal itu, beberapa bidang usaha mulai dirintis untuk mendanai kegiatan kelompok yang masih dilakukan secara swadaya seperti pembuatan manisan, pengelolaan lahan pertanian & menenun kain Ulos Karo. \r\n

Latar Belakang Proyek

Perjuangan 30 perempuan adat yang berjuang untuk pengelolaan lahan di wilayah adat dengan semangat kebersamaan, rasa solidaritas yang tinggi. Kelompok ini rutin melakukan pertemuan dan diskusi untuk membicarakan isue-siue di kelompok, sharing informasi mengenai kepemimpinan perempuan dan menggali potensi diri sendiri pola pendampingan yang dilakukan adalah pendidikan berkebun, mengali tutur perempuan adat serta meningkatkan kapasitas perempuan. \r\nAksi ini menimbulkan rasa keperdulian dimana mereka akan bersatu untuk membantu teman satu kelompok yang menghadapi musibah, meski biaya untuk keperluan kelompok masih swadaya namun tidak menyurutkan sedikitpun semangat anggota untuk terus berbagi. \r\nSyamsiah yang melakukan pendampingan secara rutin memotivasi kelompok untuk terus bergerak melakukan aktivitas. Bertukar informasi dan keahlian juga jerap dilakukan seperti membuat keripik untuk menopang pemasukan dana bagi kelompok. \r\nKesulitan dana serta minimnya sarana untuk berdiskusi tidak menyurutkan semangat untuk belajar dan berbagi, kelompok kerap berkumpul di Sanggar yang dibangun dari dinding tepas. Sanggar dipakai untuk memajukan kelompok perempuan, arena berkumpul, belajar & bercerita. Ada sistem kepercayaan untuk pengelolaan dari sanggar serta perawatan rumah untuk kebersamaan perempuan adat. Anggota kelompok mulai tumbuh rasa percaya diri, berani melawan dengan orang yang mengintimidasi, berbicara lebih sopan dan bahasa lebih tertata, tidak mudah tersulut emosi. Ada rasa bangga karena kekompakan & dukungan perempuan adat. \r\n

Masalah yang Diangkat

1.\tPenguasaan lahan dan adanya intimidasi yang dilakukan oleh kelompok maskulin dari masyarakat adat lain yang merasa lebih berkuasa.\r\n2.\tTidak adanya biaya untuk permodalah usaha untuk pertanian tanaman Palawija Contohnya Jaguang, cabe, terong, sayur-mayur. \r\n3.\tKurangnya keterampilan kelompok untuk pengelolaan pertanian dengan pola pertanian organik.\r\n4.\tTidak adanya pemasaran untuk mengambil hasil pertanian. \r\n5.\tHasil pertanian yang sering di curi.\r\n6.\tMahalnya Bibit dan pupuk palawija semakin mencekik kodisi perempuan. \r\n7.\tSulitnya pengairan di wilayah tanah adat, membuat lahan sulit dikelola, sehingga hasil pertanian tidak maksimal hasilnya. \r\n8.\tTidak pernah dilibatkan dalam rapat-rapat adat. \r\n9.\tSulitnya pengairan dan sanitasi di lahan kelompok \r\n10.\tRendahnya kepercayaan diri anggota kelompok\r\n11.\tTidak adanya sanggar yang layak bagi kelompok perempuan adat untuk melakukan kegiatan \r\n

Indikator Sukses

1.\tKelompok Perempuan Adat berani memperjuang kan haknya terhadap kepemilikan lahan\r\n2.\t Ada kaderisasi antara anggota kelompok perempuan adat memimpin rapat dan mengambil keputusan \r\n3.\tKelompok Perempuan Adat berhasil menyatukan kelompok-kelompok perempuan yang selama ini terpecah-belah \r\n4.\tMuncul kemauan kelompok untuk turut berpartisipasi dalam memperkokoh solidaritas kelompok. \r\n5.\tMampu mengelola lahan secara swadaya dan gotong royong \r\n6.\tMenumbuhkan jiwa kewirausahaan dengan mengelolaan buah menjadi manisan, keripik.\r\n7.\tMelestarikan budaya dengan menjadi penenun tradisional kain Karo \r\n8.\tPelatihan menulis membuat anggota kelompok bisa menulis, muncul keberanian dan mampu mempengaruhi kelompok. \r\n9.\tMuncul muda bibit – bibit untuk mempersatukan kelompok dan mempererat prsaudaraan. \r\n10.\tMuncul keberanian menjawab pertanyaan dan mencegah penjualan lahan.\r\n11.\tAda pengakuan dari kelompok bahwa ada kebimbangan dan dengan adanya kelompok yang kita bangun mereka menjadi kokoh, \r\n

Dana yang Dibutuhkan

Rp.441 Juta

Durasi Proyek

9 bulan