466 - Tenun Nusa Tenggara Timur: Menelisik Hulu, Menapak Hilir

Nama Inisiator

Mila Mariana Wulandari

Bidang Seni

seni_rupa

Pengalaman

5 tahun

Contoh Karya

PHOTO PRODUK.JPG

Kategori Proyek

riset_kajian_kuratorial

Deskripsi Proyek

Tujuan proyek ini adalah menelisik lebih dalam kondisi hulu tenun NTT yang sebenarnya diawali dari pengamatan pada kondisi hilir. Kondisi hilir adalah penggunaan tenun NTT di luar masyarakat NTT. Kondisi hulu adalah keadaan yang dihadapi para seniman tenun NTT. Penelitian ini akan mempelajari makna visual dan simbol motif pada tenun NTT, beserta nilai sejarah, kultural dan budayanya. Penelitian ini juga ingin melihat dampak dari komodifikasi tenun dan diharapkan mampu menguraikan komodifikasi yang ada dan menjadi acuan untuk edukasi bagi masyarakat luas dan menjadi masukkan untuk para kelompok penenun. Pengetahuan yang utuh dan mendalam tentang tenun NTT akan meningkatkan apresiasi dan pada akhirnya akan memberi dampak positif pada penenun itu sendiri. Proyek akan terdiri empat tahap: persiapan selama 1 bulan di Yogyakarta dan Kupang, pengambilan data kualitatif selama 4 bulan di 48 sample kelompok tenun di 21 kabupaten di NTT, pengolahan data selama 2 bulan di Yogyakarta, serta persiapan dan launching buku, diskusi, dan pameran produk hasil komodifikasi selama 2 bulan di Yogyakarta dan Jakarta. Project ini akan dikerjakan oleh 2 tim, tim lapangan dan pameran dengan koordinator saya (Mila Mariana Wulandari) serta tim pengolah data, launching buku dan diskusi dengan koordinator Nadiyah Tunnikmah.

Latar Belakang Proyek

Perjalanan tugas ke beberapa kabupaten di NTT dan kecintaan saya pada karya para seniman tenun NTT menjadi inspirasi saya, pada tahun 2014 saya menggagas Moris Diak, sebuah label produksi ethnic handmade fashion yang bertujuan untuk memperluas pasar tenun NTT. Nama Moris Diak sendiri diambil dari bahasa Tetun yang digunakan oleh masyarakat di Belu dan Malaka, memiliki arti hidup yang baik. Saya kemudian memaknainya sebagai usaha untuk mewujudkan hidup yang baik, harmonis, bermakna dan sejahtera sebagai nilai-nilai yang diusung oleh Moris Diak. Dalam berproses di dalamnya, saya menemukan bahwa cinta saja tidak cukup jika tidak disertai pemahaman utuh mengenai tenun NTT itu sendiri. Saya menyadari ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kami para kreator yang menggunakan tenun NTT dalam karyanya dan sekian banyak permasalahan yang lebih pelik lagi yang dihadapi oleh para seniman tenun NTT, salah satunya kurangnya pemahaman masyarakat mengenai nilai sejarah, budaya, dan filosofi dari simbol-simbol yang terdapat pada karya seni tenun NTT. Sementara referensi tertulis mengenai ini masih sangat terbatas. Kegelisahan ini saya sampaikan pada rekan saya, Nadiyah Tunnikmah, seorang perupa dan akademisi yang berdomisili di Yogyakarta sekitar 3 tahun yang lalu dan kami mulai menyemai mimpi untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tenun NTT.

Masalah yang Diangkat

1. Adanya temuan para penenun maupun masyarakat tidak memahami makna motif dalam selembar kain tenun. Secara teknis, mereka memang sanggup membuat motif-motif tersebut, tapi makna visual dan simbol yang mengandung nilai sejarah, budaya, filosofi, dari motif tidak dipahami lagi. Referensi tertulis mengenai motif-motif tersebut juga masih sangat minim, mengingat masyarakat di NTT lebih mengenal tradisi bertutur untuk meneruskan nilai-nilai tersebut. Jika pria mempunyai kesempatan menyampaikan nilai sejarah, budaya dan filosofi dalam literature lisan, sebenarnya perempuan mendapatkan priviledge untuk “menuliskannya” dalam karya tenun mereka, sehingga tenun bagi masyarakat NTT bukan sekedar kain pembungkus badan, tapi content visual yang terkandung di dalamnya justru memiliki makna yang sangat kuat. Oleh karena itu, perempuan penenun NTT juga harus dilihat sebagai pelaku sosial budaya yang mewariskan nilai-nilai kehidupan dalam karya mereka. 2. Pergeseran orientasi mengenai tenun dari bagian kegiatan budaya menjadi komoditas pasar dengan nilai dan permintaan tinggi, tidak diimbangi dengan meningkatnya pemahaman mengenai nilai-nilai sejarah, budaya dan filosofis yang terkandung di dalamnya. Peningkatan permintaan yang tidak bisa diimbangi oleh produktivitas penenun di NTT dan tidak adanya perlindungan terhadap simbol motif tenun NTT memimbulkan suatu celah bagi sektor industri yang memiliki modal lebih kuat untuk melakukan peniruan motif tenun NTT.

Indikator Sukses

1. Terlaksananya pengambilan data kualitatif di 48 titik sample kelompok tenun yang terdapat di 21 kabupaten di propinsi NTT 2. Penerbitan buku yang memuat informasi mengenai uraian makna sejarah, budaya dan filosofis dari simbol visual pada tenun NTT 3. Distribusi buku hasil penelitian kepada para pemegang kepentingan di sektor hulu untuk dapat dipergunakan sebagai dokumentasi untuk melengkapi pengajuan indikasi geografis maupun HAKI. 4. Distribusi buku hasil penelitian kepada para pemegang kepentingan di sektor hilir diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi mengenai makna sejarah, budaya dan filosofi saat mengaplikasikan tenun NTT pada karya mereka. 5. Menghasilkan data yang dikembangkan untuk karya seni rupa Nadiyah Tunnikmah 6. Referensi yang baik dan lengkap mengenai makna motif sekaligus akses langsung kepada kelompok tenun yang akan berdampak positif bagi pengembangan desain, pesan dan makna dari produk Moris Diak.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.897 Juta

Durasi Proyek

9 bulan