533 - Pengelolaan Ruang Sebagai Basis Ekonomi Industri Kreatif

Nama Inisiator

Tita Dwi Ivariana

Bidang Seni

lainnya

Pengalaman

8 Tahun

Contoh Karya

Untitled 2.pdf

Kategori Proyek

akses

Deskripsi Proyek

Pengelolaan yang dimaksud merupakan mekanisme regulatif dan interaktif sebagai strategi pengembangan industri kreatif yang bergerak dalam sektor kerajinan barang dan seni (Handmade), dalam hal ini industri kreatif mikro yang diperankan oleh pelaku bisnis, khususnya perempuan. Mengenai itu, ruang ditempatkan sebagai regulasi untuk menunjang produktivitas dan kreativitas perempuan untuk memasarkan produk. Untuk mengakomodasi hal tersebut dibutuhkan dua model pemberdayaan, yaitu akomodasi ruang dan program pemasaran. Akomodasi ruang, meliputi Toko, Ruang Pameran, Studio foto, Perpustakaan, Ruang Pertunjukkan, Kantin, dan sebagainya. Program pemasaran meliputi Fashion Show, Zine, Kerja sama dengan Tour Agent, Pengembangan aplikasi atau web, Bazar, dan sebagainya. Pengaturan yang demikian, nantinya akan diarahkan pada hal-hal yang sifatnya interaktif untuk membangun kultur kompetisi, kolaboratif, dan pertukaran ide atau diskusi. Kultur kompetisi dibanguan dengan tujuan agar produsen selalu menciptakan ide-ide baru dalam memunculkan produk. Kolaboratif bertujuan memfasilitasi perempuan yang memiliki ide atau konsep terkait produknya dalam proses penciptaannya. Dalam hal tersebut, individu atau pemula industri kreatif diberi ruang, tenaga, dan modal untuk proses penciptaan produknya. Dan, yang terakhir adalah menciptakan ruang diskusi atau pertukaran ide agar ruang tidak hanya digunakan sebagai media dalam pemasaran dan kreativitas, namun juga sebagai tempat berkumpulnya segala aktivitas.

Latar Belakang Proyek

Proyek ini pertama dilatarbelakangi oleh banyaknya industri kreatif di Jogja, baik yang tergabung dalam UMKM terinstitusi maupun UMKM yang menyebar secara sporadis. Bekraf pada tahun 2017 mencatat bahwa hampir 60 % industri kreatif di Jogja didominasi oleh perempuan. Hampir keselurah pelaku industri kreatif tersebut menggeluti sektor barang dan seni (Handmade). Dengan presentase tersebut, kemungkinan menciptakan ruang berbasis ekononomi kreatif yang memposisikan perempuan sebagai produsen utamanya menjadi signifikan. Artinya, proyek ini, pertama berusaha memfasilitasi segala kebutuhan produsen, khususnya perempuan yang bergelut dalam industri kreatif mikro dalam sektor barang dan seni melalui pengelolaan berbasis ruang. Kedua, menciptakan wadah bagi perempuan untuk menyalurkan kreativitas dan produktivitasnya. Ketiga, menciptakan kultur kompetisi, kolaborasi, ruang belajar, dan ruang pertukaran ide atau gagasan. Dengan latar belakang tersebut, proyek ini diharapakan mampu menjadi salah satu basis aktualisasi dan ekspresi perempauan di Yogyakarta dalam sektor ekonomi kreatif.

Masalah yang Diangkat

Masalah yang diangkat dalam proyek ini, meliputi akses, teritori, dan interaksi. Akses dalam proyek ini menyangkut mulai munculnya ruang untuk meyalurakan kegiatan kewirausahaan di Yogyakarta. Rumah Kreatif Jogja (RKJ) di bawah naungan BUMN, Creative Hub (C-Hub) Fakultas Isipol Universitas Gajah Mada yang belum lama muncul, dan co-working space yang dapat dijumpai dibeberapa tempat di Yogyakarta. RKJ yang dinaungi oleh BUMN hanya terlihat sebagai fasilitator terkait penyediaan ruang kreatif itu. Creative Hub (C-Hub) Fakultas Isipol Universitas Gajah Mada, hanya memfasilitasi mahasiswa dan alumninya. Maka, ruang dalam proyek ini ditujukan untuk melampaui hal-hal di atas sebagai suatu regulasi pemberdayaan dan pemasaran. Teritori yang dimaksud dalam proyek ini dengan melihat bahwa Yogyakarta menjadi salah satu daerah turistik terbesar di Indonesia. Dengan begitu, proyek ini akan bekerja sama dengan tour agent dengan menawarkan program-program dalam proyek ini. Interaksi ditujukan untuk menyikapai pola pemasaran yang telah didominasi internet dan memiliki dampak terhadap pentinganya fungsi interaksi dalam dunia bisnis kreatif. Fungsi interaksi yang dimaksud, pertama ditujukan agar produsen memliki kemampuan komunikasi terkait pemasaran produknya. Pada pokok itu, pelaku bisnis dilatih untuk dapat menunjukkan kualitasnya sebagai produsen secara verbal. Melalui itu, produsen juga dapat menganalisis bagaimana kecenderungan konsumen terhadap barang-barang yang ditawarkannya.

Indikator Sukses

Berdasarkan paparan-paparan sebelumnya, indikator sukses dapat ditentukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap pelaksanaan program, program berkelanjutan, dan presentase penjualan produk. Tahapan pertama akan digunakan sebagai evaluasi setiap program yang telah dilaksanakan. Kritik dan saran, baik produsen yang tergabung di dalam proyek ini maupun pengunjung menjadi sasaran utama evaluasi. Melalui itu, maka program-program yang memiliki indikasi berkelanjutan dapat menunjukkan signifikasinya. Presentase prodak nantinya akan menjadi tolak-ukur keberhasilan setiap program. Dengan tiga tahapan tersebut, maka indikator sukses dapat ditentukan dalam tahapan temporal, yaitu produksi dan post-produksi. Indikator sukses juga ditentukan dengan jumlah kehadiran, baik jumlah konsumen atau pengunjung maupun jumlah perempuan yang memanfaatkan fasilitis proyek ini.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.180 Juta

Durasi Proyek

9 bulan