709 - Kriya Daun Pandan dan Lontar di Kampung Wisata Adat Sengkoah

Nama Inisiator

Siti Lathifah, S.Pd, M.Pd

Bidang Seni

kriya

Pengalaman

1 tahun

Contoh Karya

KERAJINAN DAUN PANDAN DAN LONTAR KAMPUNG WISATA ADAT SENGKOAH.pdf

Kategori Proyek

akses

Deskripsi Proyek

Para pengrajin kriya di Kampung Wisata Adat Sengkoah membuat berbagai jenis barang dengan masing-masing fungsi yang berbeda pula. Bahan baku yang banyak dipergunakan adalah daun pandan dan daun Lontar sejenis palma yang banyak tumbuh di Lombok. Hasil lain dari pohon Lontar adalah (Air Tuak). 1. Tembolak (tudung saji) Tudung saji dibuat dari anyaman daun lontar, yang berfungsi untuk menutup jenis-jenis makanan yang akan disajikan dalam upacara adat seperti upacara pernikahan, khataman dan khitanan. 2. Untuk membuat anyaman tikar Setelah melalui beberapa proses tertentu dan yang digunakan adalah daun pandan tertentu ternyata serat daun pandan dan daun lontar dapat dimanfaatkan untuk membuat anyaman. Salah satu anyaman yang dapat anda buat dari serat daun pandan adalah anyaman tikar. 3. membuat sandal 4. membuat tempat tisu 5. membuat dompet 6. membuat tas hp/laptop Tidak hanya digunakan untuk membuat dompet biasanya serat daun pandan ini juga sering digunakan untuk membuat tas kecil yang biasa digunakan untuk bermain. Membuat tas dengan daun pandan ini ternyata dapat digunakan untuk bisnis.Manfaat bisnis sendiri untuk keuangan dimansa depan sangatlah penting, apalagi manfaat bisnis seniri ini juga dapat menjadi manfaat pembangunan ekonomi. Dengan meningkatnya pembangunan ekonomi tentu kebutuhan di masyarakat akan lebih mudah dan tercukupi.

Latar Belakang Proyek

Seni kriya sesuai dengan kondisi sosial-budaya Lombok dan dapat mendorong penigkatan ekonomi kerakyatan. Industri ini dapat dikembangkan secara padat karya yang dapat memberikan pekerjaan kepada perempuan Kampung Wisata Adat Sengkoah (KWAS). Saya adalah salah satu dosen di kampus Politeknik Pariwisata Negeri Lombok yang merupakan salah satu kampus pariwisata negeri yang langsung berada di bawah Kementrian Pariwisata Republik Indonesia. Pada bulan April 2017 saya mendirikan sekaligus menjadi ketua di KWAS dan Kelompok Sadar Wisata Lombok Maligie yang mengangkat wisata Adat dan Budaya. KWAS merupakan salah satu Desa Wisata yang terdata di Jejaring Desa WIsata (JADESTA) Kementrina Pariwisata RI, selain itu juga KWAS berhasil menjadi salah satu Desa wisata unggulan di kawasan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Mandalika Lombok yang merupakan salah 1 dari 10 Destinasi Prioritas Kementerian Pariwisata RI. Januari 2017 saya juga mendirikan Lembaga SITI LATHIFAH bergerak di bidang Perempuan dan Pariwisata. KWAS adalah kampung yang warganya adalah bangsawan suku Sasak di Lombok. Kerajinan tangan yang dibuat oleh para perempuan bangsawan adalah mengulat daun pandan dan lontar yang merupakan pekerjaan wajib bagi mereka dan masih berlaku hingga sekarang. Akan tetapi banyak masalah yang mereka hadapi, yakni kurangnya perhatian khusus dari pemerintah setempat untuk mempromosikan kerajinan ini bagi para perempuan KWAS.

Masalah yang Diangkat

Pengembangan kerajinan daun pandan dan lontar ini, terdapat beberapa permasalahan baik pada produk, promosi, dan sumber daya manusia. Kriyawan seringkali kurang memperhatikan display produk untuk menarik konsumen (produk kebanyakan ditata seadanya). Seringkali belum memperhatikan unsur kemudahan, keamanan, estetika, yang bisa meningkatkan nilai jual produk. Produk kerajinan ini dirasakan kurang menarik karena bentuknya yang berat dan rentan terhadap kerusakan/ patah. Masalah berikutnya adalah masalah SDM. Lombok mempunyai potensi yang luar biasa, baik wisata alam maupun budaya , tinggal bagaimana manajeman yang baik dan SDM-nya. Jika SDM tidak siap semua akan berantakan. Selain itu juga ketidakpedulian dari pemerintah dalam upaya meningkatkan capacity building pelaku pariwisata berupa training, simulasi (praktek) masih kurang. Pariwisata merupakan services, hospitality, image industry, maka kualitas sumber daya manusia sangat penting agar mampu memberikan kepuasan kepada wisatawan baik dalam bentuk pelayanan pada industri pariwisata yang ada di Kampung Wisata Adat Sengkoah. Selain itu, permasalahan kerajinan ini adalah kurangnya promosi yang baik dan efektif, baik nusantara maupun mancanegara. Masalah lainnya adalah pengadaan alat atau ruang bekarya yang selama ini terbatas aksesnya bagi perempuan, pengadaan dukungan untuk kegiatan mengurus anak atau keluarga seperti tempat pengasuhan untuk anak selama para ibu sedang mengulat. dan modal awal bagi para pengerajin ulatan daun pandan

Indikator Sukses

Mengulat daun pandan dan lontar menjadi pekerjaan yang akan mendatangkan pengahasilan tambahan yang menjanjikan bagi ibu rumah tangga di Kampung Wisata Adat Sengkoah, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan sawah sebagai sumber utama penghasilan mereka. Terlebih lagi ketika musim kering tiba, air di daerah ini sangat langka dan kegiatan mereka di sawah lumpuh total, sehingga mereka hanya berdiam diri dirumah tanpa memaksimalkan keahlian mereka dalam mengulat dan pandan yang mana bisa menjadi salah satu sumber penghasilan tambahan bagi mereka. Indikator sukses berikutnya adalah menganggap mengulat daun pandan dan lontar menjadi keharusan yang harus bisa dilakukan oleh para perempuan di Kampung Wisata Adat Sengkoah Indikator yang lainnya produk kerajinan daun pandan dan lontar berhasil dijual menjadi salah satu souvenir khas Kampung Wisata Adat Sengkoah, umumnya di pulau Lombok yang bisa kita jumpai tidak hanya di Kampung Wisata ini, tetapi juga di toko2 souvenir khas Lombok yang terkenal di pula Lombok.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.100 Juta

Durasi Proyek

9 bulan