846 - Pelestarian Sastra Royong pada Masyarakat Makassar

Nama Inisiator

DR, DRA, HJ. KEMBONG DAENG, M.HUM

Bidang Seni

sastra

Pengalaman

10 Tahun

Contoh Karya

Mutiara Kelong.docx

Kategori Proyek

lintasgenerasi

Deskripsi Proyek

Keberadaan sastra lisan di Indonesia, termasuk sastra Makassar semakin hari semakin berkurang peminatnya. Salah satu jenis sastra Makassar yang cepat ditinggalkan oleh masyarakat Makassar adalah tradisi akroyong 'melantunkan syair dengan bahasa yang berirama'. Kondisi semacam ini mengakibatkan royong perlahan-lahan menjadi asing bagi bagi masyarakat etnik Makassar. Sementara itu, para pelaku royong yang tersisa sudah berusia lanjut (di atas 70 tahun) dan mereka pun tidak memiliki pelanjut yang dapat mewarisi sastra lisan sebagai tradisi masyarakat Makassar( (Lathief, 2009). Untuk menyelamatkan sastra lisan royong dari kepunahannya, diperlukan tindakan yang cepat dan tepat dari pemerhati sastra daerah. Sehubungan dengan judul proyek ini, dirancang beberapa kegiatan yang akan dilakukan, yaitu: (1) mendokumentasikan sastra lisan royong, (2) menulis sastra royong kreatif, (3) sosialisasi tentang sastra royong bagi mahasiswa, (4) pelatihan melantunkan sastra royong kepada mahasiswa, (5) mengadakan lomba akroyong dengan memanfaatkan media ayunan 'toeng' yang diiringi musik, (5) dan menulis laporan hasil kegiatan proyek. Sastra royong pada dasarnya terbagi atas dua jenis, yaitu royong adat dan royong yang dilantunkan untuk menidurkan anak balita. Royong yang dijadikan objek dalam kajian ini adalah syair yang dilantunkan pada saat menidurkan anak karena syair tersebut mengandung harapan, nasihat, dan nilai-nilai pendidikan karakter kepada generasi penerus harapan bangsa .

Latar Belakang Proyek

Keperihatinan akan kepunahan sastra lisan Makassar dapat dibuktikan oleh semakin berkurangnya tradisi masyarakat Makassar dalam berbagai ranah kehidupan, baik di dalam rumah tanggga maupun kegiatan sosial. Generasi muda lebih tertarik melantunkan sastra Indonesia atau sastra asing daripada sastra Makassar. Pada masa lampau, setiap rumah tangga di Makassar yang memiliki anak balita memiliki ayunan sebagai simbol bahwa anak tersebut diayunkan dengan iringan satra royong. Saat ini, tradisi mengayun anak dengan melantunkan syair royong tersebut sudah jarang dijumpai. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan generasi muda etnik Makassar tentang cara melantunkan dan kurangnya pemahaman akan makna, nilai, dan manfaat yang dapat ditimbulkan jika anak dibentuk dengan pendidikan yang baik sejak dini. Penelitian tentang sastra royong telah pernah dilakukan sebelumnya, antara lain: Basang (1986), Wahid (2007), Solihing (2004), Lathief (2009), dan Nojeng (2018). Meskipun objek ini telah dikaji sebelumnya, namun proyek ini memiliki kajian yang berbeda karena proyek ini selain menampilkan royong lama juga menampilkan royong baru yang merupakan kreasi pemimpin proyek serta mengadakan sosialisasi dan pelatihan bagi mahasiswi/mahasiswa sebagai generasi penerus kebudayaan nasional. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, proyek ini diharapkan dapat melestarikan sastra lisan Makassar dan sekaligus memotivasi generasi muda untuk lebih mencintai, menghagai, dan memajukan kebudayaan daerah.

Masalah yang Diangkat

Pemohon adalah salah seorang perempuan Makassar yang sangat peduli terhadap kearifan lokal masyarakat Makassar. Hal ini ditandai oleh keaktifan pemohon menulis buku pelajaran bahasa Makassar di SD dan SMP, meneliti di bidang bahasa dan sastra Makassar, m emberikan pelatihan bagi guru bahasa daerah, dan menyajikan makalah dalam forum ilmiah. Kegiatan yang dilakukan tersebut masih ada kaitannya dengan tugas pokok saya sebagai tenaga akademisi di perguruan tinggi. Sebenarnya, pemohon ingin melakukan pengabdian yang lebih luas agar sastra lisan Makassar (royong) dapat dilelestarikan, dikembangkan, dan dimajukan seiring dengan perkembangan sastra di Indonesia. Masalah yang diangkat dalam proyek ini "Pelestarian Sastra Royong pada Makassar". Hal ini penting dikukan karena sastra royong semakin hari semakin kurang diminati oleh generasi muda, terutama calon orang tua yang akan mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Kelebihan dari proyek ini, yaitu adanya kegiatan sosialisasi dan pelatihan sehingga sasarannya bukan hanya mahasiswi, tetapi juga melibatkan mahasiswa. Di sisi lain produk yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai model pembelajaran sastra di sekolah dan sastra pertujukan di tengah-tengah masyarakat etnik Makassar. Pemohon menyadari bahwa proyek ini tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan jika tidak ditunjang oeleh dana yang cukup. Oleh sebab itu, besar harapan pemohon kiranya proyek ini dapat diipertimbangkan untuk didanai.

Indikator Sukses

Ukuran yang dijadikan sebagai parameter keberhasilan proyek ini: 1) Generasi muda (mahasiswa) binaan sudah dapat melantunkan stra royong' 2) Tradisi akroyong sudah tumbuh dan digemari oleh etnik Makassar; 3) Tradisi ini semakin sering ditampilkan dalam berbagai perlombaan/pestival, dan 4) Penulis dalam kajian sastra daerah semakin diminati oleh perempuan

Dana yang Dibutuhkan

Rp.250 Juta

Durasi Proyek

8 bulan