f-072 - Perempuan Muda Penenun Ulos Batak Pewarna Alami Secara Tradisional

Nama Inisiator

Berliana HP Purba

Bidang Seni

Kriya

Pengalaman

Contoh Karya

Kategori Proyek

Deskripsi Proyek

1. Pendampingan di 5 kelompok untuk aktivitas simpan pinjam setiap bulan. 2. Pelatihan Pelatih Tenun Warna Alam. 3. Praktek Pembuatan Warna Alam di Dairi dan Samosir. 4. Pelatihan Membangun Daya Cipta Motif Ulos

Latar Belakang Proyek

Ulos bagi Suku Batak ( Toba, Karo, Pakpak dan Simalungun ) adalah sangat berharga. Rangkaian adat baik pesta suka dan duka tak terlepas dari ulos. Beda pesta, beda ulos yang digunakan, karena di setiap lembar ulos tersirat sebuah makna. Seperti ulos Si Bolang, Ragidup, Bintang Maratur, Mangiring dan yang lainnya, digunakan sesuai dengan kegiatan adatnya. Lewat pemberian ulos, merupakan kesempatan memberikan kata-kata penghiburan, menyampaikan harapan dan berdoa kepada Tuhan untuk segala kebaikan, rezeki dan kesehatan yang diterima oleh keluarga yang sedang mengadakan pesta. Di propinsi Sumatera Utara, sebagai daerah yang didiami oleh masyarakat Batak, ulos yang digunakan umumnya adalah tenunan tangan. Tingginya permintaan akan tenun oleh Suku Batak Karo, membuat beberapa wilayah hingga kini masih menjaga warisan leluhur secara turun temurun yakni bertenun ulos Batak dengan menggunakan alat tenun tradisional; di antaranya Kabupaten Samosir dan Desa Silalahi-Paropo di Kabupaten Dairi. Tenun tangan, merupakan kegiatan yang menghasilkan karya yang kreatif dengan memadu berbagai helai benang dan benang warna-warni menjadi sehelai tenunan yang indah dan bermakna, yang disebut ulos. Hingga saat ini, tenun tangan masih hanya diproduksi oleh perempuan dengan alat tenun tradisional yang disebut gedogan. Beberapa desa yang masih aktif menggunakan gedogan di Sumatera Utara adalah beberapa desa Sumatera Utara di pinggiran danau Toba, seperti Silalahi, Tongging, Haranggaol, Balige hingga ke Tarutung dan Pulau Samosir. Sesuai dengan perkembangan zaman saat ini kita juga melihat banyaknya tenunan kimia yang mudah diperoleh di pasar. Karena harganya yang murah, membuat ulos hasil tenun belum mesin ( ATBM ) menjadi lebih diminati dalam aktifitas adat. Tenunan tangan dengan menggunakan alat gedogan ( tradisional ), digunakan hanya untuk tenunan tangan yang bermakna tinggi dan agak jarang digunakan. Misalnya, ketika perempuan hamil tujuh bulan, mendapat ulos “Mangiring” dari orang tuanya. Ketika ada orang meninggal, ditutup dengan ulos”Sibolang”, demikian seterusnya. Mengingat bertenun dibutuhkan kesabaran karena proses yang cukup panjang dan rumit, pekerjaan ini tidak menjadi pilihan bagi perempuan. Demikian juga dengan pembuatan warna alam, tidak menjadi pilihan bagi penenun karena proses yang lama dan butuh waktu dan tenaga mengumpulkan bahan-bahannya. Oleh karena itu, keahlian menenun warna alami cenderung tidak diteruskan oleh generasi selanjutnya. Padahal, banyak manfaat yang ditemukan dengan menenun pewarna alami. Si pengrajin tenun dan si pengguna product alami lebih sehat, menggunakan warna alam biaya tenun lebih murah dan mudah diperoleh di sekitar lingkungan. Bahkan kulit buah yang tak digunakan pun bisa menjadi sumber pewarna alami. Sebut saja sabuk kelapa, kulit manggis, kulit durian, dll

Masalah yang Diangkat

Perempuan Pengrajin Tenun dampingan PESADA di Kabupaten Dairi dan Samosir juga mengalami berbagai bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Mereka membutuhkan bantuan hukum dan konseling dalam penanganan kasus-kasus yang dialami. Beberapa dari penenun menjadi korban penelantaran ekonomi sehingga menjadi penanggung jawab utama keluarga. Hal ini memicu semangat perempuan untuk menghasilkan uang sendiri dengan bertenun. Mereka belajar menenun tanpa membayar, dan ingin memulai bertenun. Keinginan ini tidak langsung bisa dilaksanakan, karena tidak memiliki alat tenun. Hal ini oleh penampung ulos (disebut toke) menjadi sebuah peluang besar. Toke memberikan alatnya, dengan perjanjian hasilnya diberikan kepada toke dengan harga yang ditentukan oleh toke. Karena dimulai dengan hutang, tentu saja lama kelamaan penenun menjadi terikat dengan toke, bahkan tidak bisa melepaskan diri lagi. Melihat masalah yang cukup kompleks yang dihadapi penenun, PESADA masuk dengan strategi penguatan penenun dengan titik masuk melalui pembentukan CU ( Credit union ). Penenun diorganisir, dikuatkan untuk mau berkelompok, dan mulai menyisihkan sedikit dari hasil penjualan ulosnya menjadi tabungan awal di CU. Membangun keswadayaan ini bertujuan untuk membangun rasa kepemilikan anggota akan organisasinya, dan juga menjaga keberlanjutan dari penguatan ini. Pendidikan Dasar yang diberikan, mampu membangun kesadaran penenun untuk berorganisasi. Kemudian dilanjutkan dengan pendidkan ketrampilan tentang tenun warna alam, membuat keberadaan kelompok mulai eksis. Jumlah anggota pengrajin tenun bertambah. Tantangan selanjutnya, bagaimana ketrampilan penenun meningkat, sehingga bisa menghasilkan tenun dengan motif yang menarik dan model yang kreatif, sehingga hasilnya mampu bersaing dan laku di di pasar lokal dan pasar Internasional. Saat ini PESADA memiliki kelompok tenun di 2 kabupaten yaitu Kabupaten Dairi ( 30 orang pengrajin tenun ) dan Kabupaten Samosir ( 100 orang pengrajin tenun ). 130 penenun ini rutin didampingi setiap bulan melalui aktivitas simpan pinjam dan diskusi kritis tentang Hak Azasi Perempuan, issu-issu penguatan perempuan serta ketrampilan bertenun. 1. Minim jumlah perempuan dan perempuan muda penenun ulos Batak. 2. Minimnya minat masyarakat untuk menggunakan ulos pewarna alami. 3. Penenun perempuan dan perempuan muda tidak memiliki posisi dalam menentukan harga ulos. 4. Minimnya promosi terhadap ulos pewarna alami hasil produk penenun perempuan dan perempuan muda.

Indikator Sukses

- Minimal 20 perempuan penenun menjadi fasilitator untuk pembuatan ulos Batak dengan pewarna alami; - 50 perempuan melakukan kampanye penggunaan pewarna alami untuk penenun ATBM. - Penenun perempuan dan perempuan muda meningkat keterampilannya dalam pembuatan dan pengolahan tenun ulos pewarna alam ( 50 orang di Pulau Samosir & 25 orang di Dairi ). - Munculnya 10 perempuan muda menjadi penenun. - Munculnya produk dampingan seperti tas, dompet, dll dengan berbahan baku tenun ulos Batak pewarna alam.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.350 Juta

Durasi Proyek

9 bulan